Pagi hari, tanggal 29 Oktober 2018. Hari itu cuaca di Bogor memang agak masih mendung karena semalam diguyur hujan. Seperti biasa, gw persiapan berangkat kerja menggunakan KRL. karena naik KRL gak pernah dapat duduk, biar gak ngantuk gw baca-baca chat di group WA dan kemudian muncullah berita yang mengatakan kalau sebuah pesawat dengan rute penerbangan Jakarta - Pangkal Pinang, loss contact.
Dalam hati gw, wah..! kenapa lagi nih?. Setelah, Lombok diguncang gempa, Palu dan Donggala juga gempa plus tsunami, sekarang ada pesawat yang hilang dari pantauan radar.
Sesampai di kantor, ternyata beritanya sudah menjadi headline news di beberapa stasiun TV nasional. Tidak lama berselang, keluar statement dari Basarnas bahwa pesawat Lion Air dengan kode JT610, Jakarta - Pangkal Pinang. Jatuh di perairan Karawang pada pukul 6.30 pagi, setelah 13 menit lepas landas dari Cengkareng.
Biasanya, kalau ada dari kelurga gw yang bepergian menggunakan pesawat. Gw pantau menggunakan flightradar24.com , nah.. dengan website yang sama gw coba melihat bagaimana pergerakan dari si pesawat ini termasuk grafik kecepatan dan ketinggian saat terbang.
Cukup tragis juga kalau melihat grafik altitude dan speed nya. Di ujung grafik, altitude nya turun drastis dari sekitar 5000ft (1524 m) menjadi 3650ft (1112 m) dengan kecepatan terakhir tercatat adalah 345 knots (639 km/jam). Hal ini menandakan pesawat turun ketinggiannya secara cepat dan drastis. Kalau menurut gw, kemungkinan pesawat mengalami mati mesin sebelum menghujam lautan di perairan Karawang.
Di website flightradar, kalain juga bisa melihat rute atau jalur penerbangan yang dilewati oleh si pesawat. Dan disini juga menjadi pertanyaan, kenapa si pesawat menuju Timur Laut, sedangkan tujuannya adalah ke Pangkal Pinang yang terletak di Utara.
Kemarin tanggal 1 November 2018, black box Lion Air JT 610 berhasil ditemukan di kedalaman 30 meter. Semoga dengan ditemukannya black box ini, bisa mengungkap penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.