May 24, 2018

Salam Indonesia: Wae Rebo, Surga Di Atas Awan

Tim Trip Salam Indonesia berkesempatan untuk mampir di sebuah desa yang unik. Terletak diketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, Desa Wae Rebo layaknya Surga Di Atas Awan. Desa yang hanya memiliki 7 rumah adat ini telah ditetapkan UNESCO pada tahun 2012 sebagai warisan budaya dunia. Desa yang memiliki sejarah tidak hanya bagi Indonesia, tetapi diakui dunia.


Rumah di desa sangat unik, selain jumlahnya yang hanya 7 unit, bentuknya yang mengerucut ke atas yang memiliki arti perdamaian. Rumah adat mereka disebut dengan nama Mbaru Niang. Hingga sampai saat ini, Desa Wae Rebo telah bertahan hingga 20 generasi. Desa ini tepat berada di Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Butuh usaha dan tekad yang kuat untuk sampai di Desa ini. Jalur menuju lokasi desa yang memang masuk dalam hutan lindung dan track  yang lumayan berat, membutuhkan stamina yang prima. Tetapi semua akan terbayar dengan keindahan dari Desa Wae Rebo.



Tim Trip Salam Indonesia harus berjalan kaki sejauh 7 km. Selain itu, Tim Trip Salam Indonesia juga memanfaatkan jasa ojek motor yang tersedia. Seharusnya perjalanan memakan waktu 4 jam, dengan adanya ojek motor, perjalanan dipangkas selama 1 jam, sehingga butuh 3 jam untuk menuju Desa Wae Rebo.


Saat Tim Trip Salam Indonesia sedang menanjak menuju Desa Wae Rebo, cuaca sedang kurang bagus. Gerimis dan jalanan yang licin akibat basah membuat Tim Trip Salam Indonesai harus berhati-hati. Apalagi sempat terjadi longsor beberapa hari sebelumnya. Karena lokasi yang masih asri dan masuk dalam kawasan hutan lindung, 



Tim Trip Salam Indonesia sempat berhenti beberpa kali untuk mengambil air dari sungai yang mengalir. Airnya sangat jernih. Ada 3 pos untuk menuju Desa Wae Rebo, paling unik adalah Pos ke-3, dimana di pos ini terdapat kentungan yang harus dipukul setiap ada wisatawan yang akan masuk ke dalam Desa Wae Rebo. Istilah dalam adat Jawa nya adalah kulonuwun.




Sebagian besar masyarakat Desa Wae Rebo adalah bertani, sedangkan para wanitanya aktif membuat kain tenun. Sebelum melihat sekitar Desa Wae Rebo, Tim Trip Salam Indonesia harus sowan dulu ke rumah Kepal Suku yang merupakan rumah utama di Desa ini. Michael sebagai anak Kepala Suku, menyambut Tim Trip Salam Indonesia dengan suguhan makanan yang mereka masak. Tim juga meminta ijin untuk merekam kegiatan yang akan dilakukan. Jika ijin tidak keluar, maka tidak akan ada dokumentasi dari Tim Trip Salam Indonesia.
Tim juga sempat mencicipi kopi hasil dari mereka tanam sendiri. Melihat lokasi yang berada di dataran tinggi, tanaman kopi sangat cocok untuk ditanam. Bahkan ada seseorang yang berasa dari Bandung memutuskan untuk tinggal di Desa Wae Rebo selama empat tahun hanya untuk mengajarkan masyarakat Desa Wae Rebo cara menanam kopi dan mengolah biji kopi menjadi biji kopi yang bagus.


Tak heran Desa Wae Rebo selain dinobatkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Desa Wae Rebo juga merupakan desa terindah di Indonesia.



(*) semua sumber cerita dan gambar dari www.salamindonesia.id

May 22, 2018

Salam Indonesia: Komodo, Ada Cerita Yang Belum Disampaikan

Tim Trip Salam Indonesia sudah sampai di Labuan Bajo. Kali ini mereka akan menyambangi sebuah pulau yang letaknya di ujung paling barat, Nusa tenggara Timur dan berbatasan langsung dengan Nusa Tenggara Barat.

-----------------------------------
PULAU KOMODO
-----------------------------------

Sesuai dengan namanya, Pulau Komodo juga merupakan habitat asli dari Komodo. Selain itu, di pulau ini juga tinggal penduduk asli bernama Suku Modo. Komodo merupakan hewan kadal terbesar di dunia. Lebih unik lagi, Komodo ini tinggal berdampingan dengan Suku Modo. Konon kabarnya menurut cerita, ada seorang Raja mempunyai dua orang anak dimana salah satu dari anak mereka ternyata tidak disukai. Kemudian anak tersebut pergi pamit untuk lebih memilih tinggal di hutan yang kemudian diyakini menjelma menjadi Komodo. Suku Modo sendiri sangat dekat dengan Komodo. Bahkan, Komodo sudah dianggap seperti saudara ataupun anak sendiri

Guru Sus


Tim Trip Salam Indonesia beruntung, bisa bertemu dengan legenda hidup yang bernama Alfonsius Hana, atau biasa dipanggil dengan nama Guru Sus. Melalui mimpinya, Guru Sus berhasil menemukan danau tiga warna yang terkenal dengan nama Danau Kelimutu yang mampu mengairi seluruh pegunungan. Guru Sus merupakan pendatang di Pulau Komodo tetapi mampu berbahasa Suku Modo. Menurut Guru Sus, beliau sempat bertemu dengan suku asli Suku Komodo yang penampakannya bertelinga besar dan agak lancip serta hidung yang lebar. 


Suku Komodo punah karena proses melahirkan yang dilakukan suku ini sangat mengerikan dan tragis. Bagaimana tidak, perempuan hamil yang hendak melahirkan perutnya dibelah untuk mengeluarkan anak dari dalam perutnya. Maka, ibu harus rela mati ketika hendak melahirkan. Sedangkan sang suami lari ke hutan untuk bersemedi selama proses melahirkan dan kematian terjadi.

Selamat Datang di Pulau Komodo


Suatu ketika datanglah orang yang berasal dari Suku Sumba yang tanpa sengaja terdampar di pulau tersebut. Ia mencoba membantu dan memberitahu, kalau sang ibu bisa diselamatkan saat melahirkan. Ia pun diperkenankan untuk membantu persalinan dan berhasil. Sang suami sangat bahagia dan terharu ketika kembali dari bersemedi menemukan istri dan anaknya dalam keadaan selamat dan hidup. Semenjak itu, Suku Sumba sangat dihormati dan dipersilahkan untuk tinggal di Pulau Komodo. 


Sebagian masyarakat percaya bahwa, jangan pernah menyakiti Komodo. Karena, jika Komodo disakiti seperti dipukul kepalanya, maka orang yang memukul tersebut akan mengalami hal yang sama. Menurut Guru Sus, dahulu ada dua orang yang memasuki hutan dan kaget ketika bertemu dengan Komodo. Spontan salah satu dari mereka melempar Komodo tersebut dengan batu hingga mulutnya "mencong". Pelempar tersebut bernama Haji Salim. Singkat cerita, Haji Salim hingga saat ini mengalami apa yang dialami Komodo tersebut, yaitu mulutnya "mencong" alias perot. Sayang sekali, Tim Trip Salam Indonesia tidak bisa bertemu dengan beliau. Ketika Tim Trip Salam Indonesia berkunjung ke Pulau Komodo, Haji Salim sedang berada di Bajo.

Sebai..!


Ketika bertemu dengan Komodo, cukup katakan "sebai.!" itulah yang diajarkan oleh Guru Sus. "Sebai" dalam bahasa Suku Komodo yang artinya "teman"


(*) Semua foto dan sumber cerita dari www.salamindonesia.id

May 20, 2018

Salam Indonesia: Tradisi Makan Tanah

Bulan Ramadhan ini, bulan yang penuh berkah, gw mau coba nulis tentang Trip Salam Indonesia. Trip ini adalah perjalan dari sebuah Tim yang dikomandani oleh Erix Soekamti. Bagi sebagian orang, mungkin tak banyak yang mengenal Erix Sokemati. Erix yang juga seorang vokalis Band Endank Soekamti juga melakukan kegiatan sosial, seperti mendirikan sekolah berbasis animasi dan programmer yang dinamakan DOES University.


Kalau bulan Ramadhan tahun lalu, Erix dan Band Endank Soekamti membuat album mereka di Pulau Lombok. Ramadhan tahun ini, Erix dan tim Trip Salam Indonesia menjelajah tempat-tempat di Indonesia untuk mengarsipkan budaya dan keragaman yang ada di Indonesia. Tim yang beisikan delapan orang ini resmi berangkat dari Jogja tanggal 11 Mei 2018 untuk menuju Labuan Bajo sebagai destinasi pertama mereka. Kurang lebih 30 hari lamanya Tim ini akan menyusuri Indonesia dari Timur Indonesia menuju Barat Indonesia.


Sebelum menyeberang ke Labuan Bajo, Tim sempat mampir ke daerah Tuban, tepatnya di Dusun Trowulan, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding yang konon kabarnya terdapat tradisi "MAKAN TANAH". Tradisi Makan Tanah atau biasa disebut dengan "Makan Ampo" ini sudah turun temurun dan nyaris punah. Bagaimana tidak, cemilan Ampo ini terbuat dari tanah murni yang diambil dari sawah. Mbah Mar dan Mak Pi merupakan keluarga satu-satunya di Dusun ini yang masih membuat Ampo. 



Ada resep khusus dalam membuat Ampo. Mak Pi memilih tanah yang bersih dari kerikil dan menyimpannya dalam ruangan yang kedap cahaya dengan tujuan agar tanah tetap temmbab dan tidak kering. Tanah tersebut ditumbuk layaknya adonan dan dibentuk segi empat. Menggunakan bambu sebagai alat bantu, tanah yang yang sudah dibentuk kemudian dikikis membentuk gulungan layaknya kue semprong.




Ampo tidak perlu dibakar, Mak Pi hanya melakukan pengasapan pada Ampo sehingga bau sangit muncul karena Ampo yang diasapi. Proses pembuatannya pun tidak terlalu lama, hanya 2 jam sampai Ampo siap dimakan. Konon, munculnya Ampo ini dikarenakan orang tua jaman dahulu atau nenek moyang kita, waktu itu kesulitan untuk makan. Dan suatu ketika, mereka melihat rumah rayap yang dari tumpukan atau gundukan tanah yang tanpa sengaja dipindahkan didekat tungku. Rumah rayap tersebut terkena asap dari tungku yang menimbulkan bau sangit yang menurut mereka enak. Dicoba dimakan dan ternayata enak.



Tak menemukan rumah rayap, nenek moyang kita pun mengakalinya dengan membuat sendiri karena tahu kalau rumah rayap itu terbuat dari tanah. Saat ini, Ampo masih dijual dipasar Tuban dengan harga 10 ribu/kg. Penikmatnya biasanya adalah para orang tua dan wanita hamil karena ngidam. Selain itu, Ampo juga digunakan untuk acara syukuran, selametan saat musim tanam padi, sunatan dan acara adat lainnya.





Terlepas dari segi kesehatan, Tradisi Makan Tanah ini harus dilestarikan dan diregenerasikan. Karena tradisi ini merupakan aset Indonesia yang harus dijaga kelestarinnya.


(*) semua sumber cerita dan gambar dari www.salamindonesia.id

May 11, 2018

Tahun Depan Pesta nya



Tahun depan, negara ini akan berpesta..
Tahun depan, negara ini akan menentukan siapa pemimpinnya..

Tapi, pesta belum dimulai. Kehebohan sudah terjadi..


Kalian pasti sudah denger dan lihat video mengenai orang-orang yang berkaos dengan tagar #2019gantipresiden 'bersenggolan' dengan kaos yang ber-tagar #diasibukkerja di car free day Jakarta beberapa pekan lalu. Sebenarnya gw tidak terlalu mengikuti dan tidak mau tahu lebih dalam tentang politik. Gw tahunya tentang sepakbola.


Gw gak mendukung kaos tagar manapun..
Gw juga gak tahu siapa yang kalah, siapa yang menang dan siapa yang hanya mendompleng..
Yang jelas, ketika hari pemilihan, hak suara gw, akan gw gunakan sebaik-baiknya.


Politik di negara ini, ibarat dalam sepakbola adalah suporter dan klub sepakbola. Tagar #2019gantipresiden dan #diasibukkerja adalah klub sepakbola. Nah, lo tahu kan kalau disini, yang namanya suporter sepakbola, loyalitasnya udah di luar logika. Temen gw pernah bilang, klub sepakbola bagi para suporter sudah seperti agama. Dibela mati-matian. Tapi kalau kata gw, tidak. Kalau diibaratkan agama, tidak setuju. Karena dalam agama manapun tidak mengajarkan kekerasan terhadap sesama manusia. Gw lebih mengibaratkan seprti sekte, lengkap dengan ajaran sesatnya. Ketemu suporter klub sepakbola lain, rusuh.


Tahu Persija dan Persib, atau Persebaya dan Arema, suporter mereka bisa dikatakan jarang atau tidak pernah akur kalau klub sepakbola kesayangan mereka berduel di lapangan. Gw gak habis pikir, fanatik berlebihan efek sampignya mengerikan.


Balik lagi ke politik, tahun 2019 merupakan tahun Pesta Pemilihan Umum di Indonesia. Pemilihan untuk menentukan siapa pemimpin negara selama 5 tahun ke depan. Indonesia yang menganut paham demokrasi, dimana kebebasan berpendapat dan musyawarah untuk mufakat seperti tidak terlaksana. Realitanya, ada sekelompok orang yang mencoba untuk menyulut emosi sehingga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak. Harus sepaham. Harus sama dengan cara berpikirnya.


Mungkin masih ada yang tidak percaya,kalau Donald Trump jadi Presiden Amerika? Termasuk saya. Donald Trump yang mungkin bisa dikatakan dibenci hampir seluruh dunia, tapi nyatanya dia dicintai warga Amerika dengan meraih suara terbanyak dalam Pemilihan Presiden Amerika.


Well, kita masih sama-sama orang Indonesia. Cobalah untuk berpikir sehat, jangan berpikir dengan emosi. Siapa pun yang nantinya jadi Pemimpin Negara, harus diterima. Karena mungkin dia sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk memimpin Indonesia. Mari kita doakan bersama untuk Indonesia lebih maju. Kalau Tuhan sudah berkehendak, Indonesia maju. Siapa pun tak akan bisa menolaknya. Kita sesama bangsa terlalu sibuk sikut kanan kiri, mencela sana sini, menjadikan kawan sebagai lawan.


Tahun 2019 nanti rela memutus tali silaturahim dengan kawan cuma gara-gara beda pilhan, rela memutuskan hubungan keluarga gara-gara beda tagar? ah! picik sekali kalau sampai yang ada seperti itu..



Buat gw, tahun depan adalah...


#2019gantikalender