Judulnya macem selebaran KTA yang banyak di lampu merah.
*NGOK*
Tulisan ini muncul karena curcol seorang kawan waktu di kantor dimana gw sebelumnya pernah bekerja sama dengan dia. Obrolan bamud, alias bapak muda yang sedang giatnya bekerja demi kebahagiaan keluarga kecilnya. Berandai-andai pun dimulai, untuk beberapa tahun ke depan ketika anak-anak sudah mulai beranjak sekolah, berapakah biaya yang harus dikeluarkan? Belum uang jajan dan ongkos transportasi ke sekolah. Perbandingan pun terjadi, biaya sekolah untuk tingkat Taman Kanak-kanak saja, mungkin bisa tembus 10-15 juta untuk uang masuknya. Belum biaya SPP per bulannya. Itu asumsi untuk di kota besar. Sedangkan, dibandingkan jaman gw dan temen gw, biaya segitu bisa untuk masuk SMA.
*AMAZE*
Dulu gak kebayang kalau bakalan mikirin hal yang seperti ini. Bahkan selepas married, gak kepikiran buat beli rumah. Mulai kepikiran buat nyicil rumah, setelah melihat hasil angpow kawinan. Tadinya malah mau beli tanah kavling aja terus bangun sendiri. Dipikir-pikir lagi, karena pasa dasarnya ogah ribet, diputuskan lah gw untuk nyicil rumah di salah satu perumahan di daerah Dramaga, Bogor.
Saat datang ke perumahan yang akan gw beli, gw sengaja beli rumah yg masih inden. Alasannya, biar gw tahu proses pembangunannya. Bahan yang digunakan dan alur pipa pengairannya. Ini penting, kalau gw mau renovasi rumah setidaknya gw tahu aliran pipa pengairannya. Biar gak terpotong.
Dengan gaji yang cukup dengan harga rumah yang selangit dan ketentuan DP 30% dari harga rumah, buat gw berpikir mustahil bisa beli rumah. Uang amplop hasil pesta resepsi aja gak cukup buat DP. Bermodal dulu ketika pelajaran biologi tidak pernah absen, gw pakai jurus Simbiosis Mutualisme. Gw butuh rumah, marketing butuh rumahnya kejual, marketing bank butuh nasabah untuk ambil pinjaman di bank-nya.
*AJIIIIB..! KAN GW..!*
Persyaratan untuk pengajuan kredit (KPR) rumah di setiap Bank, hampir sama. Seperti ini contohnya;
Gw menggunakan double income (gaji gw + gaji istri digabung), tapi masih saja belum cukup buat DP rumah, hahaha. Seperti yang gw bilang di atas, jurus "simbiosis mutualisme". Jurus saling menguntungkan. Gw dapet rumah, marketing rumahnya kejual, marketing bank dapat nasabah.
Cara pengajuan kredit (KPR) rumah tanpa DP, rumah yang akan gw beli harganya dinaikkan, misal harga rumah adalah 250 juta. Sama pihak marketing perumahan, harga dinaikkan menjadi 300 juta. Kemudian, pihak marketing perumahan akan mengisi form pengajuan kredit (KPR) rumah dengan detail;
Harga Rumah ---> 300 juta
DP Rumah ---> 50 juta
Sisa Harga Rumah ---> 250 juta
Nah, detail itu lah yang harus gw sebutkan ke pihak Bank kalau gw ditelpon oleh pihak Bank. Dari skema di atas kalian bisa lihat, apakah gw ada mengeluarkan DP? gw hanya mengeluarkan DP ilusi alias tidak ada. hehehe. Denga kata lain, pengajuan kredit (KPR) rumah gw berjalan tanpa DP :)
DP Rumah ---> 50 juta
Sisa Harga Rumah ---> 250 juta
Nah, detail itu lah yang harus gw sebutkan ke pihak Bank kalau gw ditelpon oleh pihak Bank. Dari skema di atas kalian bisa lihat, apakah gw ada mengeluarkan DP? gw hanya mengeluarkan DP ilusi alias tidak ada. hehehe. Denga kata lain, pengajuan kredit (KPR) rumah gw berjalan tanpa DP :)
No comments:
Post a Comment