May 3, 2010

Speechless

Hari Minggu kemarin, Alhamdulillah bisa bertemu lagi dengan Dosen Pembimbing Skripsi gw waktu kuliah dulu. Pak Arief namanya. Bertemu dan mengobrol dengan beliau tak akan pernah ada habisnya. Pengalaman beliau yang malang melintang di Eropa membuat saya kagum sampai sekarang. Dia mau berbagi apapun itu ilmunya. Cerita panjang lebar di saat menempuh sekolah Master di German dan mengambil gelar Doktor di negeri yang sama.

Layaknya orang yang lama tak berjumpa, pembicaraan diawali dengan basa-basi menanyakan kabar dan tentunya, menanyakan gw gawe dimana sekarang. Sambil senyum gw menjawab klo gw gawe di bidang yang sangat jauh dengan bidang pertanian. Beliau pun hanya tersenyum, seperti orang tua yang menyayangi anaknya..:)

German, Belanda, Perancis, Belgia, Jepang sudah disambangi sama beliau. Bahkan, beliau menyambangi Denmark hanya untuk numpang kencing di stasiun kereta (dosen sewaktu muda, juga sama aja.Eduunn..heheh) Di eropa memang terkenal dengan fasilitas public yang yahud. Apalagi weekend, kereta bisa digunakan sepuasnya dan kemana saja hanya dengan cukup mebayar tiket kereta weekend. Di Indonesia? boro deuh.., bisa naik kereta gak desek-desekan alhamdulillah banget.

Tak lama kemudian sesuatu yang gw tunggu datang. Eits, bukan makanan.. tapi wejangan dan motivasi dari beliau. Beliau bilang begini (dalam versi bahasa gaul anak muda,,hihihi).., hidup di dunia ini jangan pernah ada punya musuh. Klo lu punya musuh, lu gak bakal berkembang. Dapet kerjaan, terus tahu klo sekantor sama musuh lu, lu gak mau nerima itu pekerjaan. Dan gw pikir, bener juga. Belaiau juga bilang, carilah teman sebanyak-banyaknya. Karena teman yang akan membantu saat kita kesulitan.

Yang membuat gw terngiang sampai sekarang adalah, hidup ini dibolak balik. Pengalaman beliau adalah waktu beliau masuk pesantren sebelum berangkat ke German. Tak disangka, guru yang akan mengajari beliau di santren itu adalah bekas murid SMK yang pernah diajar sama beliau. Sang murid pun bingung dan gak tahu mesti gimana, untuk mengajari seseorang yang notabene adalah bekas gurunya dahulu. Lalu beliau juga berpesan, sebelum berbicara berpikirlah terlebih dahulu. Kata orang Jawa, Thinking before you speak.. (hehehe) Ibarat komentator bola, yang hanya pandai berkomentator,tapi tidak banyak yang pandai bermain bola.

Beliau juga tidak setuju dengan pribahasa "Bagai air di daun talas" yang berarti orang yang tidak teguh dengan pendiriannya. Sekarang bayangkan klo itu daun talas tidak bergerak, apakah si air bergerak? Tidak. Air akan tetap diam di daun talas. Prinsip hidup beliau adalah hidup mengalir seperti air di dalam selang. Jelas muaranya kemana dan jelas juga sumbernya darimana.

4 comments:

Anonymous said...

nice advice

Unknown said...

wah wejangan yang sangat bermanfaat, ayooo semangat mass :)))

Unknown said...

Pak ariiip kereeeeennn hebat euy..beruntung di punya dosen pembimbing yang suka bagi2 pengalaman seperti beliau :)

koreksi dikit ah : think before you speak bukan thinking :D
practice makes perfect di.. :D

Adi Yulianto said...

hehehe, thanks ya kawan. emang dah lu, layak buat terbang ke sana. Gw doain. amin..amin..amin.